Sabtu, 09 April 2016

Investor China Garap Megaproyek Ini di Ketapang, 2016 Beroperasi


Kendawangan - Smelter pengolahan alumina terbesar di Indonesia milik PT Well Harvest Winning (WHW) yang dibangun di Sungai Tengar, Kecamatan Kendawangan, Kabupaten Ketapang, dijamin selesai 2015 dan mulai berproduksi 2016.

"Tahun ini harus selesai, biar segera diresmikan dan produksi. Perizinan yang belum beres segera diurus," ujar Gubernur  Cornelis  di Base Camp PT WHW Sungai Tengar, Minggu (4/10).
Gubernur dalam kunjungan kerja ke Kabupaten Ketapang dan Kayong Utara tak hanya menjenguk kebakaran di kawasan terbanyak titik apinya di Kalbar itu. Selesai melihat sumber asap, dilanjutkan meninjau mega proyek smelter pengolahan alumina di kawasan Sungai Tangar.

Cornelis mengingatkan masalah perizinan harus dibereskan secara tuntas. Mega proyek menurutnya  harus cermat dengan perizinan sehingga tidak ada permasalahan di kemudian hari.

Demikian juga perusahaan dengan masyarakat sekitar kawasan industri, agar terjalin hubungan yang baik. Beberapa waktu lalu sempat terjadi konflik di basecamp perusahaan tersebut dengan masyarakat setempat.

"Dengan masyarakat harus baik-baik, jangan main bantai-bantai. Tanah-tanah masyarakat diselesaikan dengan baik, jangan main-main dengan izin. " ujar Cornelis.

Menurut Gubernur, kalau semua sudah lengkap siapapun tak bisa menekan. Karena izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sudah selesai akan mempermudah pekerjaan. Demikian juga dengan visa kerja tenaga luar negeri harus diperhatikan agar tidak terjadi persona non grata atau deportasi.

Untuk proyek pembangunan yang harus segera rampung tahun ini, Cornelis juga menganjurkan agar perusahaan membeli bahan-bahan atau material legal. Seperti batu dan pasir, kalau tidak ada izin penambangan dari gubernur, jangan dibeli.

“Begitu juga jika ada masalah dengan masyarakat, perusahaan agar menghubungi bupati, camat, Kades, agar segera diselesaikan dengan baik,” ujarnya.

Menyinggung tenaga kerja, Gubernur mengingatkan agar melatih tenaga security dari masyarakat local yang bersertifikat dari kepolisian. Tenaga keamanan perlu dilatih karena proyek vital seperti smelter harus ditangani dengan kehati-hatian. “Ini penting, karena menciptakan lapangan kerja untuk mereka. Hak rakyat jangan diambil sembarangan,” kata Cornelis.

Kerja Sama G to G
Megaproyek smelter alumina yang padat modal itu semula dimiliki oleh PT WHW yang merupakan Harita Group. Beberapa tahun lalu sempat dihentikan penambangannya karena Kemeterian ESDM melarang ekspor bahan mentah dan mewajibkan investor membangun smelter.  Untuk melanjutkan proyek raksasa tersebut, PT CITA menggandeng investor RRT untuk membangun smelter.

Saat ini PT WHW sebanyak 30 persen sahamnya dimiliki PT. CITA (Harita Group) Indonesia, dan 60 persen Chinna Hongqiau dengan winning investment 10 persen.

Site Manager PT. WHW, Le Yu Yong, meyakinkan pemerintah bahwa Januari 2016 WHW sudah bisa produksi. Sekarang kendalanya adalah semen karena kapal terhambat merapat akibat gelombang tinggi.

Perusahaan industri pengolahan bauksit terbesar di Kalimantan ini menurut Le Yu Yong, bentuk kerjasama G to G Indonesia dan Tiongkok. Pengerjaannya dilakukan oleh tenaga ahli dari Tiongkok dibantu tenaga local. Saat ini dipekerjakan 1.200 karyawan yang 200 di antaranya menyerap tenaga lokal dari Kecamatan Kendawangan.

"Kita harap kerjasama semua pihak, agar proyek ini bisa berjalan lancer. Dan kita harap power plan tahun ini bisa selesai," ujar pria dari Tiongkok itu. Dengan rampungnya power plan diharapkan masyarakat sekitar bisa menikmati listrik.  (rk)